I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam konteks ini, tolok-ukur suatu masalah layak disebut sebagai masalah sosial atau
tidak, akan sangat ditentukan oleh nilai -nilai dan/atau norma-noma sosial yang berlaku dalam
komunitas itu sendiri. Oleh karena itu, pernyataan sesuai atau tidaknya suatu masalah itu dengan
nilai-nilai dan/atau norma-norma sosial harus dikemukakan ol eh sebagian besar (mayoritas) dari
anggota komunitas. Menyongsong tahun 2006 ini, tentu berbagai masalah sosial di Indonesia
akan tetap ada, tumbuh dan/atau berkembang sesuai dengan dinamika komunitas itu sendiri.
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
1) Narkoba
2) Korupsi
3) Bencana Alam
4) Kenakalan remaja
5) Penggusuran
6) Disorganisasi keluarga
1.3. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
1) Sebagai tugas dari guru bidang studi sosiologi
2) Sebagai bahan referensi pengetahuan tentang masalah social,
3) Sebagai pengenalan terhadap pola hidup social,
4) Sebagai antisifasi terhadap masalah social itu sendiri,
5) Untuk menindaklanjuti masalah social yang terjadi di seputar kita,
1.4. PENUTUP
• Kesimpulan
• Saran-saran
1.5. DAFTAR PUSTAKA
II. PEMBAHASAN
2.1. Narkoba
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain
“narkoba”, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.
Semua istilah ini, baik “narkoba” atau napza, mengacu pada sekelompok
zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut
pakar kesehatan narkoba sebenarnya adalah psikotropika yang biasa
dipakai untuk membius pasien saat hendak dioparasi atau obat-obatan
untuk penyakit tertentu. Namun kini presepsi itu disalah gunakan akibat
pemakaian yang telah diluar batas dosis.
Penyebaran
Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat
hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar
narkoba yang senang mencari mangsa didaerah sekolah, diskotik, tempat
pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini bisa
membuat para orang tua, ormas,pemerintah khawatir akan penyebaran
narkoba yang begitu meraja rela. Upaya pemberantas narkoba pun sudah
sering dilakukan namun masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan
narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD dan
SMP pun banyak yang terjerumus narkoba. Hingga saat ini upaya yang
paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan Narkoba pada anak-anak
yaitu dari pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan dapat mengawasi dan
mendidik anaknya untuk selalu menjauhi Narkoba.
Efek
• Halusinogen, efek dari narkoba bisa mengakibatkan bila dikonsumsi
dalam sekian dosis tertentu dapat mengakibatkan seseorang menjadi
ber-halusinasi dengan melihat suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada /
tidak nyata contohnya kokain & LSD
• Stimulan , efek dari narkoba yang bisa mengakibatkan kerja organ tubuh
seperti jantung dan otak bekerja lebih cepat dari kerja biasanya
sehingga mengakibatkan seseorang lebih bertenaga untuk sementara waktu ,
dan cenderung membuat seorang pengguna lebih senang dan gembira untuk
sementara waktu
• Depresan, efek dari narkoba yang bisa menekan sistem syaraf pusat dan
mengurangi aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang
bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tidak sadarkan diri. Contohnya
putaw
• Adiktif , Seseorang yang sudah mengkonsumsi narkoba biasanya akan
ingin dan ingin lagi karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan
seseorang cenderung bersifat pasif , karena secara tidak langsung
narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam otak,contohnya ganja , heroin ,
putaw
• Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun
organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka
pengguna itu akan overdosis dan akhirnya kematian
Jenis
• Heroin atau diamorfin (INN) adalah sejenis opioid alkaloid.
Heroin adalah derivatif 3.6-diasetil dari morfin (karena itulah namanya
adalah diasetilmorfin) dan disintesiskan darinya melalui asetilasi.
Bentuk kristal putihnya umumnya adalah garam hidroklorida, diamorfin
hidroklorida. Heroin dapat menyebabkan kecanduan.
• Ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica) adalah tumbuhan budidaya
penghasil serat, namun lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada
bijinya, tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-cannabinol) yang dapat
membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang berkepanjangan
tanpa sebab).
Ganja menjadi simbol budaya hippies yang pernah populer di Amerika
Serikat. Hal ini biasanya dilambangkan dengan daun ganja yang berbentuk
khas. Selain itu ganja dan opium juga didengungkan sebagai simbol
perlawanan terhadap arus globalisme yang dipaksakan negara kapitalis
terhadap negara berkembang. Di India, sebagian Sadhu yang menyembah dewa
Shiva menggunakan produk derivatif ganja untuk melakukan ritual
penyembahan dengan cara menghisap Hashish melalui pipa Chilam/Chillum,
dan dengan meminum Bhang.
Kontroversi
Di beberapa negara tumbuhan ini tergolong narkotika, walau tidak
terbukti bahwa pemakainya menjadi kecanduan, berbeda dengan obat-obatan
terlarang yang berdasarkan bahan kimiawi dan merusak sel-sel otak, yang
sudah sangat jelas bahayanya bagi umat manusia. Diantara pengguna ganja,
beragam efek yang dihasilkan, terutama euphoria (rasa gembira) yang
berlebihan, serta hilangnya konsentrasi untuk berpikir diantara para
pengguna tertentu.
Efek negatif secara umum adalah bila sudah menghisap maka pengguna akan
menjadi malas dan otak akan lamban dalam berpikir. Namun, hal ini masih
menjadi kontroversi, karena tidak sepenuhnya disepakati oleh beberapa
kelompok tertentu yang mendukung medical marijuana dan marijuana pada
umumnya. Selain diklaim sebagai pereda rasa sakit, dan pengobatan untuk
penyakit tertentu (termasuk kanker), banyak juga pihak yang menyatakan
adanya lonjakan kreatifitas dalam berfikir serta dalam berkarya
(terutama pada para seniman dan musisi.
Berdasarkan penelitian terakhir, hal ini (lonjakan kreatifitas), juga di
pengaruhi oleh jenis ganja yang digunakan. Salah satu jenis ganja yang
dianggap membantu kreatifitas adalah hasil silangan modern “Cannabis
indica” yang berasal dari India dengan “Cannabis sativa” dari Barat,
dimana jenis Marijuana silangan inilah yang merupakan tipe yang tumbuh
di Indonesia.
Efek yang dihasilkan juga beragam terhadap setiap individu, dimana dalam
golongan tertentu ada yang merasakan efek yang membuat mereka menjadi
malas, sementara ada kelompok yang menjadi aktif, terutama dalam
berfikir kreatif (bukan aktif secara fisik seperti efek yang dihasilkan
Methamphetamin). Marijuana, hingga detik ini, tidak pernah terbukti
sebagai penyebab kematian maupun kecanduan. Bahkan, di masa lalu
dianggap sebagai tanaman luar biasa, dimana hampir semua unsur yang ada
padanya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Hal ini sangat
bertolak belakang dan berbeda dengan efek yang dihasilkan oleh
obat-obatan terlarang dan alkohol, yang menyebabkan penggunanya menjadi
kecanduan hingga tersiksa secara fisik, dan bahkan berbuat kekerasan
maupun penipuan (aksi kriminal) untuk mendapatkan obat-obatan kimia
buatan manusia itu.
Pemanfaatan
Tumbuhan ganja telah dikenal manusia sejak lama dan digunakan sebagai
bahan pembuat kantung karena serat yang dihasilkannya kuat. Biji ganja
juga digunakan sebagai sumber minyak.
Namun demikian, karena ganja juga dikenal sebagai sumber narkotika dan
kegunaan ini lebih bernilai ekonomi, orang lebih banyak menanam untuk
hal ini dan di banyak tempat disalahgunakan.
Di sejumlah negara penanaman ganja sepenuhnya dilarang. Di beberapa
negara lain, penanaman ganja diperbolehkan untuk kepentingan pemanfaatan
seratnya. Syaratnya adalah varietas yang ditanam harus mengandung bahan
narkotika yang sangat rendah atau tidak ada sama sekali.
Sebelum ada larangan ketat terhadap penanaman ganja, di Aceh daun ganja menjadi komponen sayur dan umum disajikan.
Bagi penggunanya, daun ganja kering dibakar dan dihisap seperti rokok,
dan bisa juga dihisap dengan alat khusus bertabung yang disebut bong.
• Budidaya
Tanaman ini ditemukan hampir disetiap negara tropis. Bahkan beberapa
negara beriklim dingin pun sudah mulai membudidayakannya dalam rumah
kaca.
• Morfin adalah alkaloid analgesik yang sangat kuat dan merupakan agen
aktif utama yang ditemukan pada opium. Morfin bekerja langsung pada
sistem saraf pusat untuk menghilangkan sakit. Efek samping morfin antara
lain adalah penurunan kesadaran, euforia, rasa kantuk, lesu, dan
penglihatan kabur. Morfin juga mengurangi rasa lapar, merangsang batuk,
dan meyebabkan konstipasi. Morfin menimbulkan ketergantungan tinggi
dibandingkan zat-zat lainnya. Pasien morfin juga dilaporkan menderita
insomnia dan mimpi buruk.
Kata “morfin” berasal dari Morpheus, dewa mimpi dalam mitologi Yunani.
• Kokain adalah senyawa sintetis yg memicu metabolisme sel menjadi sangat cepat.
Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman Erythroxylon
coca, yang berasal dari Amerika Selatan, dimana daun dari tanaman ini
biasanya dikunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan “efek
stimulan”.
Saat ini Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk
pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek
vasokonstriksif-nya juga membantu. Kokain diklasifikasikan sebagai suatu
narkotika, bersama dengan morfin dan heroin karena efek adiktif.
2.2.Korupsi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini membutuhkan catatan kaki untuk pemastian.
Silakan bantu memperbaiki artikel ini dengan menambahkan catatan kaki.
Indeks persepsi korupsi di 2007. Biru menunjukkan sedikit korupsi, merah menunjukkan banyak korupsi
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk,
rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency
International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi
maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
• perbuatan melawan hukum;
• penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
• memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
• merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:
• memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
• penggelapan dalam jabatan;
• pemerasan dalam jabatan;
• ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
• menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan
jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk
pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya
korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan
pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung
korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para
pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk
sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering
memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian
uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal
ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat
penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara
yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai
politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di
tempat lain.
Kondisi yang mendukung munculnya korupsi
• Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung
jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di
rezim-rezim yang bukan demokratik.
• Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
• Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
• Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
• Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”.
• Lemahnya ketertiban hukum.
• Lemahnya profesi hukum.
• Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
• Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
• Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
• Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan kampanye”.
Dampak negatif
Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia
politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik
(good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di
pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan
perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan
menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik
menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum,
korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena
pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau
dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan,
korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti
kepercayaan dan toleransi.
Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan
ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi
meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos
manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan resiko pembatalan
perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa
korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi,
konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan
menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru.
Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga
mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang memiliki koneksi
dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan
perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan
mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana
sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah
kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi,
yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga
mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup,
atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap
anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor
keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di
Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan
perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri,
bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering
benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss).
Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering
mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih
memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur,
ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts
memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara
sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar
negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau
kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh
ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah
ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru
sering menyegel aset-aset
2.3. Bencana Alam
Gempa bumi Yogyakarta 2006
Gempa bumi Yogyakarta Mei 2006 adalah peristiwa gempa bumi tektonik kuat
yang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei
2006 kurang lebih pukul 05.55 WIB selama 57 detik. Gempa bumi tersebut
berkekuatan 5,9 pada skala Richter. United States Geological Survey
melaporkan 6,2 pada skala Richter[1].
Lokasi dan kerusakan yang diakibatkan
Lokasi gempa
Lokasi gempa menurut Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral Republik Indonesia terjadi di koordinat 8,007° LS dan 110,286°
BT pada kedalaman 17,1 km. Sedangkan menurut BMG, posisi episenter gempa
terletak di koordinat 8,26° LS dan 110,31° BT pada kedalaman 33 km.itu
di release sesaat terjadi gempa. Setelah data dari berbagai Stasiun
yang dipunyai jejaring BMG dan dilakukan perhitungan, update terakhir
BMG menentukan pusat gempa berada di 8.03 LS dan 110,32 BT(update ke
tiga) pada kedalaman 11,3 Km dan kekuatan 5.9 SR Mb (Magnitude Body)
atau setara 6.3 SR Mw (Magnitude Moment).USGS memberikan koordinat
7,977° LS dan 110,318 BT pada kedalaman 35 km. Hasil yang berbeda
tersebut dikarenakan metode dan peralatan yang digunakan berbeda-beda.
Secara umum posisi gempa berada sekitar 25 km selatan-barat daya
Yogyakarta, 115 km selatan Semarang, 145 km selatan-tenggara Pekalongan
dan 440 km timur-tenggara Jakarta. Walaupun hiposenter gempa berada di
laut, tetapi tidak mengakibatkan tsunami. Gempa juga dapat dirasakan di
Solo, Semarang, Purworejo, Kebumen dan Banyumas. Getaran juga sempat
dirasakan sejumlah kota di provinsi Jawa Timur seperti Ngawi, Madiun,
Kediri, Trenggalek, Magetan, Pacitan, Blitar dan Surabaya.
Gempa susulan
Gempa susulan terjadi beberapa kali seperti pada pukul 06:10 WIB, 08:15
WIB dan 11:22 WIB. Gempa bumi tersebut mengakibatkan banyak rumah dan
gedung perkantoran yang rubuh, rusaknya instalasi listrik dan
komunikasi. Bahkan 7 hari sesudah gempa, banyak lokasi di Bantul yang
belum teraliri listrik. Gempa bumi juga mengakibatkan Bandara Adi
Sutjipto ditutup sehubungan dengan gangguan komunikasi, kerusakan
bangunan dan keretakan pada landas pacu, sehingga untuk sementara
transportasi udara dialihkan ke Bandara Achmad Yani Semarang dan Bandara
Adisumarmo Solo.
Seorang lelaki di antara puing-puing rumahnya
Gedung-gedung yang rusak parah
• Mall Saphir Square mengalami kerusakan parah di lantai 4 dan 5. Tembok
depan Mall lantai tersebut roboh hingga berlubang, kanopi teras Mall
ambruk dan menimpa teras Mall yang sebagian ikut roboh.
• Mall Ambarukmo Plaza, yang saat itu belum lama dibuka, mengalami
kerusakan tak terlalu parah. Beberapa bagian tembok terlihat retak-retak
dan terkelupas.
• GOR Universitas Ahmad Dahlan mengalami kerusakan parah. Atap GOR roboh dan hanya tersisa tembok di sisi-sisinya.
• STIE Kerja Sama di Jl. Parangtritis rusak sangat parah.
• ISI (Institut Seni Indonesia) Yogyakarta, Jl. Parangtritis Km.6,5 kerusakan sangat parah.
Situs kuno dan lokasi wisata yang rusak
• Candi Prambanan mengalami kerusakan yang cukup parah dan ditutup
sementara untuk diteliti lagi tingkat kerusakannya. Kerusakan yang
dialami candi prambanan kebanyakan adalah runtuhnya bagian-bagian
gunungan candi dan rusaknya beberapa batuan yang menyusun candi
• Makam Imogiri juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Beberapa
kuburan di Imogiri amblas, lantai-lantai retak dan amblas, sebagian
tembok dan bangunan makam yang runtuh, juga hiasan-hiasan seperti
keramik yang pecah.
• Salah satu bangsal di Kraton Yogyakarta, yaitu bangsal Trajumas yang menjadi simbol keadilan ambruk.
• Candi Borobudur yang terletak tak jauh dari lokasi gempa tak mengalami kerusakan berarti
• Obyek Wisata Kasongan mengalami kerusakan parah saperti Gapura
Kasongan yang patah di kiri dan kanan gapura dan ruko-ruko kerajinan
keramik yang sebagian besar rusak berat bahkan roboh.
Kerusakan Mall Shapir Square
Sebuah mobil rusak di Imogiri
Kerajinan keramik di Kasongan berantakan
Gedung BPKP roboh di satu sisinya
Sebab dan peristiwa sejenis
Letak Indonesia yang berada di antara tiga lempeng utama dunia yaitu
lempeng Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik serta berada di
posisi Ring of fire menjadikan Indonesia kerap kali diterpa bencana
gempa bumi dan letusan gunung berapi. Sebelumnya gempa terjadi di
Sumatra pada 28 Maret 2005 menewaskan 361 orang serta gempa bumi dan
tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004 yang menewaskan 129.498 orang dan
37.606 lainnya hilang.
Meskipun pada saat bersamaan Gunung Merapi yang juga berada di sekitar
daerah tersebut sedang meletus, namun para pakar menyatakan kedua
peristiwa ini tidak saling berhubungan sebagai sebuah sebab-akibat.
Peningkatan aktivitas di gunung api tersebut tidak berhubungan dengan
kejadian gempa. Hal ini ditunjukkan oleh tidak terdapatnya anomali
aktivitas yang mencolok sesaat setelah gempa.
Penanganan dan bantuan
Setelah peristiwa tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera
memerintahkan Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Soeyanto untuk mengerahkan
pasukan di sekitar Yogyakarta dan sekitarnya untuk melakukan langkah
cepat tanggap darurat. Rombongan presiden sendiri langsung terbang pada
sorenya dan menginap malam itu juga di Yogyakarta.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan beberapa negara sudah menyatakan
komitmen bantuan antara lain Jepang, Inggris, Malaysia, Singapura,
Prancis serta UNICEF.
Berbagai negara telah menawarkan bantuan, di antaranya adalah Britania
Raya menyumbang sebanyak 5,6 juta dolar AS, Australia 3 juta dolar
Australia, RRC 2 juta dolar AS, Amerika Serikat 2,5 juta dollar AS, Uni
Eropa 3 juta euro, Kanada 2 juta dolar Kanada dan Belanda 1 juta euro.
Sementara Jepang dan UNICEF menawarkan berbagai bantuan langsung. Palang
Merah Internasional, Bulan Sabit Merah, OXFAM dan UNICEF telah
memberikan sejumlah tenda dan perbekalan darurat kepada para korban.
Jepang, Singapura dan Malaysia diinformasikan akan mengirimkan tim ke
wilayah bencana.
Sementara itu dari Vatikan, Paus Benediktus XVI, Sabtu, 27 Mei saat
sedang mengadakan lawatan ke Polandia, menyampaikan duka cita mendalam
kepada korban gempa bumi di Yogyakarta dan meminta agar regu penyelamat
terus melakukan upaya pertolongan. Pernyataan duka cita disampaikan Paus
melalui telegram kepada Sekretarisnya Kardinal Angelo Sodano.
Dari dalam negeri Palang Merah Indonesia memberikan respon yang cepat
melalui cabang-cabangnya di tingkat kota/kabupaten terdekat. Mereka
melakukan tindakan-tindakan pertolongan darurat; salah satunya dengan
mendirikan Rumah Sakit Lapangan di Lapangan Dwi Windu di Bantul.
Tidak kalah pentingnya adalah dinamika dan empati masyarakat Yogyakarta
yang membantu ke wilayah bencana. Bantuan ini terus berlangsung sampai
tahap rehabilitasi dan rekontruksi dicanangkan. Sebagian besar sivitas
akademika berbagai universitas juga mendirikan posko bantuan
kemanusiaan. Pusat studi berbagai universitas terlibat dalam dinamika
penanggulangan bencana ini. Antara lain Pusat Studi Mitigasi Bencana ITB
Bandung, Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta, Pusat
Studi Bencana Alam UGM, CEEDED Universitas Islam Indonesia.
2.4. KENAKALAN REMAJA
TAWURAN PELAJAR : SEBUAH POTRET KEGAGALAN SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA
Gimana sich menyikapi tawuran pelajar yang marak di kota kita ? trus
bagaimana peranan sistem pendidikan kita ? ikuti artikel ini
Faktor Psikologis dalam Belajar
Mungkin kita sudah mengetahui belajar bukan hanya berkaitan dengan
faktor yang bersifat fisik saja, seperti: meja belajar yang nyaman,
penerangan yang memadai, catatan yang rapi, dan lain sebagainya. Ada hal
lain yang juga sangat menentukan dalam keberhasilan belajar sehingga
harus kita perhatikan juga, yaitu berkaitan dengan faktor yang bersifat
psikologis. …..
“The Lost Of Society” Oleh : Jamalludin Malik
Dengan munculnya banyak persoalan yang menerpa negara Indonesia
akhir-akhir ini, mungkin kita akan bertanya-tanya, apa kiranya yang
menyebabkan permasalahan bangsa sedemikian peliknya, hingga praktek
“homo homini lupus” (manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya)
sepertinya tampak dilegalisasikan. Terlebih lagi, praktek “homo homini
lupus” seakan-akan telah menjadi “kultur” bagi kebanyakan para elit
politik di negara ini oleh karena prilaku elit politik di Indonesia
memang memiliki kemiripan dengan “mental serigala”. Sehingga tanpa
disadari ada proses transformasi kultur (homo homini lupus) dari elit
politik ke masyarakat.
2.5. PENGGUSURAN
Penggusuran Kembali Ancam Warga
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Warga perumahan liar di Taman BMW, Jakarta Utara, menyelamatkan
barang-barang mereka saat alat berat mulai membongkar rumah-rumah,
Minggu (24/8/2008).
Artikel Terkait:
• Digusur, 586 Rumah di Kalibaru Cilincing
• Gusur Kafe di Jalur Hijau
• Bakal Digusur, Warga Semper Minta Perlindungan Komnas HAM
• Wagub: Hentikan Penggusuran, Dengar Aspirasi Warga
Jumat, 21 Agustus 2009 | 17:43 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Pesta
demokrasi telah usai. Setelah melalui proses gugat-menggugat, akhirnya
Mahkamah Konstitusi menetapkan pasangan capres-cawapres Susilo Bambang
Yudhoyono-Boediono sebagai pemenang pemilu. Di hadapan para kader dan
simpatisan, presiden terpilih SBY mengatakan, kemenangannya itu adalah
milik semua rakyat Indonesia. Benarkah demikian? Jawaban relatif. Yang
jelas, seusai pesta demokrasi itu, penggusuran di sejumlah titik kembali
mengancam warga. Setidaknya hal ini terjadi di wilayah Jakarta Utara.
Sekitar 300 kepala keluarga yang tinggal di bantaran Kali Adem, Pluit,
Jakarta Utara, kembali resah. Isu penggusuran mengemuka lagi, setelah
sempat vakum sejak Desember 2008. Pada waktu itu, warga sempat menerima
surat perintah penggusuran dari pihak kelurahan Pluit. “Namun, kami
berhasil bertemu dengan Wakil Wali Kota Jakarta Utara Atma Senjaya pada
bulan Februari 2009. Saat itu, ada komitmen untuk menunda penggusuran
hingga pemilu usai,” ujar pendamping warga Kali Adem, Dhoho Ali Sastro,
yang juga Direktur Pemberdayaan Hukum Masyarakat dan Penanganan Kasus
LBH Masyarakat pada acara mediasi kasus penggusuran, Jumat (21/8) di
Komnas HAM, Jakarta.
Dhoho mengkritisi Pemkot Jakarta Utara yang tidak solutif dalam
melakukan relokasi warga yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan
tersebut. Dhoho meminta, dalam merelokasi warga, pemkot memberikan lebih
banyak opsi bagi warga. “Solusi yang kami ajukan adalah, warga
diberikan empat pilihan, seperti yang berhasil kami himpun, yaitu pindah
ke rumah susun, pulang kampung, penataan ulang di lokasi, atau pindah
ke lokasi lain,” ujar Dhoho.
Melalui kesempatan itu, Wakil Wali Kota Jakarta Utara Atma Senjaya, yang
hadir pada acara mediasi tersebut, mengatakan akan menampung masukan
tersebut. “Empat opsi itu tidak masalah. Tapi gubernur perlu berbicara
dengan Departemen Pekerjaan Umum dulu,” ujar Atma.
Hal yang sama menimpa sekitar 4.400 warga yang bermukim secara ilegal di
sepanjang rel kereta api, mulai dari Stasiun Jakarta Kota-Stasiun
Tanjung Priok-Stasiun Senen, sejak 11 tahun lalu. Pada bulan akhir Juli
lalu muncul kembali isu penggusuran. Padahal, menurut pendamping warga,
Edi Saidi dari Urban Poor Consortium (UPC), warga telah pindah di luar
tembok lintasan kereta api. Alhasil, warga pun turun ke jalan dan
berdemonstrasi pada tanggal 29 Juli silam sehingga penggusuran batal.
“Padahal, warga telah bersedia menata diri dan melakukan penghijauan,”
tambah Edi.
Menanggapi hal ini, Atma menyarankan warga dan pendamping agar
mengajukan permohonan ke Dinas Pertamanan dan Dinas Tata Ruang Pempprov
DKI Jakarta yang memiliki kewenangan terhadap lahan di luar tembok
lintasan kereta api. Warga Kali Adem dan sekitar lintasan rel kereta api
tidaklah sendiri.
Menurut data yang dilansir Jaringan Rakyat Miskin Kota dan UPC, sekitar
150 KK warga daerah Budi Darma RT 03 RW 03, Semper Timur, dan 79 KK
warga RT 16 RW 07, Semper Barat, pun menghadapi hal yang sama. Kendati
mereka tinggal di tempat yang tidak sesuai peruntukannya, Edi kembali
menegaskan agar pemerintah melibatkan partisipasi warga dalam hal
relokasi. Anggota Komnas HAM Nur Kholis, yang memimpin mediasi ini,
mengatakan akan mempelajari pengaduan ini serta akan mempertemukan
pihak-pihak terkait.
Sent from Indosat BlackBerry powered by
2.7. DISORGANISASI KELUARGA
Disorganisasi Keluarga
Keluarga adalah sejumlah orang yang bertempat tinggal dalam satu atap
rumah dan diikat oleh tali pernikahan yang satu dengan lainnya memiliki
saling ketergantungan. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama
yang memberikan pengaruh yang sangat besar bagi tumbuh kembangnya
remaja. Dengan kata lain, secara ideal perkembangan remaja akan optimal
apabila mereka bersama keluarganya.
Secara umum keluarga memiliki fungsi (a) Reproduksi, (b) Sosialisasi,
(c) Edukasi, (d) Rekreasi, (e) Afeksi, dan (f) Proteksi. Sehingga
pengaruh keluarga sangat besar terhadap pembentukan pola kepribadian
anak. Keberfungsian sosial keluarga mengandung pengertian pertukaran dan
kesinambungan, serta adaptasi antara keluarga dengan anggotanya, dengan
lingkungannya, dan dengan tetangganya, dan lain-lain.
Kemampuan berfungsi sosial secara positif dan adaptif bagi sebuah
keluarga yang ideal salah satunya jika berhasil dalam melaksanakan
tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya terutama dalam sosialisasi
terhadap anggota keluarganya. Namu, jika keberfungsian sosial keluarga
itu tidak berjalan dengan baik akan mengakibatkan terjadinya
disorganisasi keluarga yaitu adanya perpecahan dalam keluarga. Hal ini
dapat mengakibatkan perubahan pola perilaku anak, biasanya sering
mengarah ke dalam hal-hal yang negatif seperti kenakalan remaja.
Pada kenyataannya, tidak semua keluarga dapat memenuhi gambaran ideal
sebuah keluarga yang baik. Perubahan sosial, ekonomi, dan budaya dewasa
ini telah banyak memberikan hasil yang menggembirakan dan berhasil
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian pada waktu
bersamaan, perubahan-perubahan tersebut membawa dampak yang tidak
menguntungkan bagi keluarga. Misalnya adanya gejala perubahan cara hidup
dan pola hubungan dalam keluarga karena berpisahnya suami/ ibu dengan
anak dalam waktu yang lama setiap harinya. Kondisi yang demikian ini
menyebabkan komunikasi dan interaksi antara sesama anggota keluarga
menjadi kurang intens. Hubungan kekeluargaan yang semula kuat dan erat,
cenderung longgar dan rapuh. Ambisi karier dan materi yang tidak
terkendali, telah mengganggu hubungan interpersonal dalam keluarga.
Dalam kaitannya dengan permasalahan remaja, rintangan perkembangan
remaja menuju kedewasaan itu ditentukan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi anak di waktu kecil di lingkungan rumah tangga dan
lingkungan masyarakat, di mana anak itu hidup dan berkembang. Jika
seorang individu dimasa kanak-kanak mengalami rintangan hidup dan
kegagalan, maka frustasi dan konflik yang pernah dialaminya dulu itu
merupakan penyebab utama timbulnya kelainan-kelainan tingkah laku
seperti kenakalan remaja, kegagalan penyesuaian diri dan kelakuan
kejahatan. Ekspresi meningkatnya emosi ini dapat berupa sikap bingung,
agresivitas yang meningkat dan rasa superior yang terkadang
dikompensasikan dalam bentuk tindakan yang negatif seperti pasif
terhadap segala hal, apatis, agresif secara fisik dan verbal, menarik
diri dan melarikan diri dari realita ke minuman alkohol, ganja atau
narkoba, dan lain-lain.
Dewasa ini permasalahan remaja masih cukup menonjol, baik kualitas
maupun kuantitasnya. Tidak kurang Presiden RI, Soesilo Bambang
Yudhoyono, mengkhawatirkan kondisi remaja pada saat ini. Dikemukakan
bahwa berbagai fenomena kegagalan sekarang ini antara lain disebabkan
pembinaan keluarga yang gagal. Lebih jauh dijelaskan bahwa dari 15.000
kasus narkoba selama dua tahun terakhir, 46 % di antaranya dilakukan
oleh remaja (Media Indonesia , 30 Juni : 16). Selain itu di Indonesia
diperkirakan bahwa jumlah prostitusi anak juga cukup besar. Departemen
Sosial memberikan estimasi bahwa jumlah postitusi anak yang berusia
15-20 tahun sebanyak 60 % dari 71.281 orang. UNICEF Indonesia menyebut
angka 30 % dari 40-150.000; dan Irwanto menyebutkan angka 87.000 pelacur
anak atau 50 % dari total penjaja seks (Sri Wahyuningsih, 2006).
Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang “ Kenakalan remaja Sebagai
Perilaku Menyimpang Hubungannya Dengan Keberfungsian keluarga” yang
ditulis oleh Masngundi HMS bahwa ternyata terdapat hubungan negatif
antara kenakalan remaja dengan keberfungsian keluarga. Yang artinya
semakin meningkatnya keberfungsian keluarga dalam melaksanakan tugas
kehidupan, peranan, dan fungsinya maka akan semakin rendah tingkat
kenakalan anak-anaknya atau kualitas kenakalannya semakin rendah.
Kebiasaan anggota keluarga yang lebih tua, terutama orang tua, sangat
berpengaruh terhadap nilai-nilai yang dimiliki anak. Pertama-tama anak
akan melakukan penipuan atau imitasi terhadap perilaku orang lain,
terutama orang terdekatnya. Bila dalam komunikasi keluarga banyak
nilai-nilai kekerasan dan diskriminasi, maka anak akan menirunya.
Misalnya terjadi kekerasan kepada isteri, maka anak-anak akan meniru
pola ini hingga dewasa, sampai ada penyadaran yang kuat baik diri
sendiri maupun lingkungan yang mendukung untuk menghentikan kekerasan
itu.
Tentang normal tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku menyimpang,
pernah dijelaskan dalam pemikiran Emile Durkheim (Soerjono, Soekanto,
1985 : 73). Bahwa perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas
tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal dalam bukunya “Rules
of Sociological Methode” dalam batas-batas tertentu kenakalan adalah
normal karena tidak mungkin menghapusnya secara tuntas, dengan demikian
perilaku dikatakan normal karena tidak mungkin menghapusnya secara
tuntas, dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh perilaku
tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut
terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan
yang tidak sengaja. Jadi kebalikan dari perilaku yang dianggap normal
yaitu perilaku nakal/ jahat yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan
keresahan pada masyarakat.
Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang “Potret Kehidupan Remaja
Pengguna Narkoba di PPI Surabaya Utara” yang mana menyebutkan bahwa
faktor penyebab penyalahgunaan narkoba pertama disebabkan oleh pola
pengasuhan, pengawasan serta perhatian orang tua terhadap anaknya
kurang. (Sukartini, 2006 : 5)
Akhir-akhir ini banyak kita jumpai permasalahan mengenai disorganisasi
keluarga, diantaranya adalah perceraian. Kasus perceraian pasangan suami
isteri sudah mencapai angka yang sangat menghawatirkan, jadi bisa
dibayangkan betapa sebenarnya banyak keluarga di sekitar kita mengalami
satu fase kehidupan yang sungguh tidak diharapkan. Perceraian senantiasa
membawa dampak yang mendalam bagi anggota keluarga meskipun tidak semua
perceraian membawa dampak yang negatif.
Fenomena kekerasan ini dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya terjadi
pada sektor domestik atau urusan rumah tangga (Domestic violence),
tetapi juga terjadi pada sektor publik atau lingkungan kerja (Public
violoence). Sebutlah kekerasan fisik sampai pada sangsi sosial atau
psikologis.
Hal ini senada dengan data yang dihimpun oleh Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) APIK. Dalam laporannya, selama 4 bulan awal 2007, LBH APIK
menerima lapioran sebanyak 140 kasus. Dari total laporan kasus tersebut,
83 diantaranya adalah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), 26
kasus perceraian dan hak setelah bercerai, 10 kasus ingkar janji, 6
kasus ketenagakerjaan, serta 2 kasus nikah di bawah tangan. Sementara
itu, kasus pemalsuan surat nikah, pemerkosaan, pelecehan seksual, dan
terjaring operasi yustisi masing-masing tercatat 1 laporan. Sedeangkan 9
laporan sisanya dalam kategori kekerasan lain-lain.
Dari jumlah laporan tersebut, jenis kekerasan psikis dan ekonomi
menempati posisi teratas, sebanyak 28 kasus. Kemudian diikuti oleh
kekerasan fisik-psikis 21 kasus, serta kekerasan fisik-psikis-ekonomi 17
kasus. Sisanya masuk kategori kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan
seksual yang berdiri sendiri. Sementara itu, tingkat penyelesaian
seluruh laporan bervariasi. Dari data tersebut, 30 laporan sedang
menjalani proses Perdata, 9 laporan menjalani proses Pidana, 6 laporan
dalam tahap Mediasi, dan 38 sisanya masih dalam konsultasi.
Berawal dari hal tersebut, maka perlu dicari usaha-usaha untuk
menanggulangi perceraian. Agar apa yang diusahakan dapat berhasil dengan
baik maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
faktor determinan penyebab masalah perceraian tersebut. Perceraian
adalah berakhirnya jalinan seorang suami atau isteri dalam sebuah
keluarga untuk melakukan tugas-tugasnya karena suatu sebab.
Menyadari bahwa di satu sisi keluarga merupakan lingkungan sosial
pertama dan utama bagi tumbuh kembangnya remaja, pada sisi lain remaja
merupakan potensi dan sumber daya manusia pembangunan di masa depan,
maka diperlukan program yang terencana. Program terencana dimaksud akan
dapat dicapai, apabila tersedia data dan informasi yang obyektif dan
aktual tentang permasalahan keluarga maupun remaja. Dalam kerangka itu
diperlukan penelitian ini.
III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Setiap orang memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku
menyimpang dari jalur yang telah ditentukan berdasarkan norma hukum yang
berlaku dalam masyarakat untuk mencapai tujuannya. Penyimpangan
perilaku ini, semata-mata didorong oleh nilai-nilai social budaya yang
dianggap berfungsi sebagai pedoman berperikelakuan setiap manusia
didalam hidupnya. Jadi kelakuan yang menyimpang itu akan terjadi apabila
manusia memiliki kecenderungan untuk lebih mementingkan suatu nilai
social budaya dari pada kaidah-kaidah yang ada untuk mencapai
cita-citanya. Berpudarnya pegangan orang pada kaidah-kaidah ,
menimbulkan keadaan yang tidak stabil dan keadaan tanpa kaidah-kaidah.
Hal ini berhubungan erat dengan teori anomie Durkheim, dimana
menimbulkan mentalitas menerabas yang pada hakekatnya menimbulkan sikap
untuk mencapai tujuan secepatnya tanpa banyak berusaha dan berkorban
dalam arti mengikuti langkah-langkah atau kaidah kaidah yang ditentukan.
Berkaitan dengan teori diatas, setiap orang yang berperilaku di luar
kaidah-kaidah yang telah disepakati bersama, dianggap sebagai melawan
kaidah tersebut atau tindakkan menerabas, yaitu melakukan jalan pintas
di luar kaidah yang ada untuk mencapai tujuan dengan cepat. Munculnya
perilaku menyimpang ini disebabkan oleh kaidah kaidah yang ada tidak
berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga mendorong orang untuk
mengembangkan konsepsi-konsepsi abstrak yang ada dalam pikirannya untuk
mencapai tujuannya atau mencari identitas diri tanpa memperhitungkan
dampak negatifnya.
3.2. Saran
3.2.1. Masyarakat
Agar lebih meningkatkan pendidikan moral dan pendidikan formal, sehingga
memiliki keseimbangan selaras dalam mengatasi persoalan yang dihadapi
yang semakin komplek dan dapat mengatasi masalah social secara sikap
yang terdidik dan berpegang teguh kepada aturan norma, agama, dan hokum
yang berlaku.
3.2.2. Sekolah
Lebih bersikap peduli untuk mengawasi siswa dan siswi di sekolah serta
mampu memberrikan arahan yang tepat guna dan tepat sasaran sehingga
perilaku siswa dan siswi terhindar dari perilaku menyimpang.
3.2.3. Siswa-siswi
Dapat berpikir rasional dalam menghadapi masalah yang dihadapi baik itu
masalah yang menyangkut emosion feeling, harga diri, ekonomi, atau
masalah lainnya.
Dapat memilih dan memilih sikap dan tingkah laku yang positip dan tidak
mudah terbawa arus budaya yang tidak jelas yang berefek samping pada
penjerumusan.
Daftar Pustaka
Abidin, Zainal, Penghakiman Massa: Kajian atas Kasus dan Perilaku (Jakarta: Accompli,
2005).
Bachriadi, Dianto, Ketergantungan Petani dan Penetrasi Kapital (Bandung: Akatiga, 1995).
Cernea, Michael M., Mengutamakan Manusia di dalam Pembangunan: Variabel -variabel
Sosiologi di dalam Pembangunan Pedesaan (Jakarta: UI-Press, 1988).
Eschborn Norbert, et., all., Indonesia Today: Problems & Perspetive s (Jakarta: Yayasan Konrad
Adenauer, 2004).
Lewang, Patrice, Ayo Ke Tanah Sabrang: Transmigrasi di Indonesia (Jakarta: Gramedia,
2003).
Merton, Robert K., Social Theory and Social Structure , revised and enlarged edition. (USA: The
Free Press, 1961).
Narwoko, Dwi dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta: Prenada
Media, 2004).
Rajaguguk, Erman, Hukum Agraria, Pola Penguasaan Tanah dan Kebutuhan Hidup (Jakarta:
Chandra Pratama, 1995).
Ritzer, George dan Douglas J. Googman, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Prenada Media,
2004).
Ritzer, George, Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda (Jakarta: CV Rajawali, 1980).
Sarjono, Yetty, Pergulatan Pedagang Kakilima di Perkotaan: Pendekatan Kualitatif (Surakarta:
Muhammadiyah University Press, 2005).
Suwarsono dan Alvin Y. So., Perubahan Sosial dan Pembangunan (Jakarta: LP3ES, 1994).
Sudagung, Hendro Suroyo, Mengurai Pertikaian Etnis: Migrasi Swakarsa Etnis Madura ke
Kalimantan Barat (Jakarta: ISAI dan Ford Foundation, 2001).
Suyanto, Bagong dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan
(Jakarta: Prenada Media, 2005).
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (Jakarta: LP3ES, 1989).
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik -
teknik Teorisasi Data (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2003).
Rajaguguk, Erman, Hukum Agraria, Pola Penguasaan Tanah dan Kebutuhan Hidup (Jakarta:
Chandra Pratama, 1995).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar